Kamis, 07 November 2019

Pengenalan Takhrij Hadis Secara Teoritas


Pengenalan Takhrij Hadis Secara Teoritas : Pengenalan Takhrij Hadis, Pengenalan Kitab-Kitab Terkait Penggunaannya

Bersama sahabat adalah hal yang terindah
Pendahuluan
Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantara malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah dengan lafadz berbahasa Arab, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya. Al-Qur’an dihimpun antara tepian lembaran mushaf yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, dan tetap terpelihara dari perubahan apapun. Sumber ajaran Islam yang kedua adalah as-sunnah, As-Sunnah menurut istilah syara adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan (taqrir). Status Al-Qur’an sebagai wahyu sudah tidak diragukan lagi mengingat proses periwayatan, penghimpunan dan pengodifikasiannya yang begitu ketat. Namun untuk hadist-hadist Nabawiyyah timbul pertanyaan, apakah suatu hadist memang benar-benar diucapkan oleh nabi Muhammad SAW? Kita tidak bisa semena-mena mengatakan ia benar ucapan beliau atau bukan tanpa menelitinya kembali. Penelitiannya pun kembali menjadi permasalahan tersendiri karena hadist-hadist Nabi tersebut bertebaran dalam beragam dan berjilid-jilid kitab hingga tak terhitung jumlahnya, apakah harus membukanya kitab demi kitab dan halaman demi halaman? Hal tersebut tentu menjadi suatu hal yang tidak mungkin ketika keefisienan dan kreatifitas sangat dibutuhkan dewasa ini. Namun kekhawatiran-kekhawatiran ini sirna dengan adanya metode takhrij hadist, secara sederhana metode ini adalah mengeluarkan atau mengungkapkan hadist dan mengangkatnya ke permukaan dari sumber-sumber aslinya. Oleh karena itu melihat betapa pentingnya ilmu takhrij maka penulis ingin membagi sedikit ilmu yang penulis kuasai tentang metode takhrij dengan mengadakan pengabdian di kalangan dosen Fakultas Agama Islam (FAI) berupa pengenalan metode takhrij hadist.
A.   Pengenalan Takhrij
Menurut  al-Tahhan, kemunculan takhrij al-hadis  terkait dengan konsep sejarah yang membentang dari proses perkembangan ilmu hadis. Para ulama hadis yang tergolong mutaqaddimin belum mempergunakan kaidah-kaidah dari metode takhrij al-hadis. Karena pengetahuan mereka yang sangat luas dan pengaruh tradisi hafalan yang kuat terhadap sumber-sumber hadis atau sunnah Nabi. Misalnya, ketika seorang ulama membutuhkan suatu hadis, dalam waktu yang singkat dapat menemukan tempatnya dalam berbagai kitab hadis, bahkan sampai juz dan halamannya pun mereka ketahui. Kondisi ini karena sekali lagi memperlihatkan kapasitas ulama yang selalu „intim dengan periwayatan dan didukung pengetahuan yang luas dan ingatan yang kuat terhadap segala yang berhubungan dengan hadis Nabi.   Keadaan  itu berjalan cukup lama, namun seiring perjalanan waktu, tradisi pengetahuan yang luas dan hafalan yang kuat terhadap riwayat hadis, menjadi semakin menurun grafiknya. [1]Akibatnya, mulai timbul kesulitan  menemukan sebuah hadis, sumber dan statusnya untuk difungsionalisasikan dalam ilmu-ilmu agama yang lain sebagai unsur legitimasi. [2]Dari sinilah timbul kegelisahan ulama, sehingga mereka mengarang kitab takhrij untuk memudahkan dan menghilangkan rintangan tersebut. Jadi, kitab-kitab tersebut berguna secara praktis dalam rangka menemukan hadis dari sumber riwayat dan mengetahui derajat dari otentisitas dan nilai sebuah hadis dengan cara melakukan komparasi riwayat. Menurut Ismail, setelah dirangkum dari sekian banyak, minimal ada tiga urgensi dari eksistensi dari takhrij al-hadis, yaitu;
1), untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti. Dengan tidak diketahui asal-usul atau sumber hadis sangat sulit mengetahui susunan dari pengambilan sanad dan matan hadis, yang akan berdampak pada kesulitan meneliti hadis secara cermat, apalagi menilai suatu hadis. Maka takhrij  dalam hal ini diperlukan.
 2), untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti. Adakalanya suatu hadis memiliki lebih dari satu sanad, sehingga dari masingmasing terkadang tidak memiliki kualifikasi yang sama dalam derajat kesahihannya. Sehingga dengan metode takhrij dapat diketahui dari berbagai sanad yang terkumpul, dan
3), untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi pada sanad yang diteliti. Ketika suatu hadis terdapat berbagai sanad dalam jalurnya, mungkin terdapat dalam salah satu jalur sanad itu yang mendukung (corroboration), dalam tingkat pertama, yakni sahabat yang disebut syahid atau  pada tingkat kedua, yakni tabiin disebut mutabi. Sehingga jalur sanad akan semakin kuat bila terdapat dukungan dari jalur sanad lain pada tingkat syahid atau mutabi.  Ismail mengemukakan bahwa untuk mengetahui semua itu, jelas posisi takhrij menjadi penting dan strategis sebab dalam penelitian hadis, langkah yang paling awal adalah melakukan takhrij atau mengumpulkan beberapa hadis yang akan diteliti dari jalur sanad untuk dikompilasikan dengan berbagai riwayat yang ada dan terkait dari sumber riwayat hadis pertama.
Ada tiga makna yang dapat ditemukan mengenai mana takhrij, yang antara lain adalah: 1) al-istinbat atau sinonim dengan akar kata takhrij, yaitu al-ikhraj yang bermakna mengeluarkan; 2) altadrib, yaitu melatih atau membiasakan; dan 3) al-taujih, yaitu mengahadapkan.  Adapun secara terminologis, sebagaimana makna yang digunakan dalam disiplin ilmu hadis, kata al-takhrij mempunyai beberapa arti: 1. Mengemukakan suatu hadis dengan menyebutkan sejumlah periwayat yang menyampaikan dalam deretan sanad melalui metode periwayatan yang mereka tempuh. Hal ini dapat terlihat dari periwayat yang menghimpun kitabnya, di mana ia berposisi sebagai perawi terakhir seperti Imam al-Bukhari dengan  Kitab Sahih-nya dan Imam Muslim dengan Sahih Muslim-nya. 2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis atau berbagai kitab hadis lainnya yang dalam sistematika penyusunannya menurut riwayatnya sendiri, atau gurunya dengan menerangkan periwayatnya yang dikutip atau kitab hadis yang dijadikan rujukan. Seperti yang ditempuh oleh Imam al-Baihaqi yang banyak mengambil dari kitab Al-Sunan karya Abu al-Hasan al-Basri al-Saffar. 3. Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber pengutipannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh orang yang men-takhrij sendiri secara langsung dalam kapasitasnya sebagai penghimpun kitab hadis, seperti Ibn Hajar al-„Asqalani dalam kitab Bulugh al-Maram. 4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing-masing, serta dijelaskan keadaan periwayatnya dan kualitas hadisnya. Seperti yang dilakukan oleh al-Husein al-„Iraqi dalam karyanya untuk mengomentari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya Ulum al-Din alGhazali dengan judul Ikhbar al-Ihya bi Akhbar al-Ihya sejumlah empat jilid. 5. Menunjukkan atau mengemukakan letak hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya disebutkan secara lengkap dengan sanad dan matannya masing-masing, yang kemudian untuk penelitian lebih lanjut dapat dinilai kualitas hadis tersebut. [3]Untuk pengertian yang ke lima inilah diperlukan kitab kamus hadis seperti alMujam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi dan Miftah Kunuz al-Sunnah karya A.J. Wensinck, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid karya Mahmud at-Tahhan, Turuq Takhrij Hadis al-Rasul  karya Abu Muhammnad Abdul Mahdi, dan Cara Praktis Mencari Hadis karya M. Syuhudi Ismail.


Metode Takhrij
Yaitu Metode penelusuran atau pencarian Hadits pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan. Yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap mutu dan sanad hadits. Dalam kamus Lisan al-‘Arab disebutkan definisi takhrij ( ) َتخْرِيْجٌ secara bahasa berasal dari huruf  ) ر - ج – (خ yang berarti tampak atau jelas. Secara terminologi takhrij menurut ahli hadist berarti: a. Bagaimana seorang menyebutkan dalam kitab karangannya suatu hadist dengan sanadnya sendiri. b. Seorang pengarang kitab menyebutkan hadist-hadist yang tertera dalam suatu kitab sebelumnya dengan sanad-sanad miliknya sendiri dan ada kesamaan dalam sanadnya itu dengan sanad pengarang kitab sebelumnya pada pihak gurunya atau yang di atasnya. c. Menisbatkan hadist-hadist kepada para ulama hadist yang menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka, baik yang berupa jawami’, sunan atau musnad. Takhrij hadist memberikan manfaat yang sangat banyak, dengan adanya takhrij kita dapat sampai kepada pembendaharaan-pembendaharaan sunnah Nabi, tanpa keberadaan takhrij seseorang tidak akan mungkin dapat mengungkapkannya. Diantara kegunaan takhrij adalah: a. Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadist, kitab-kitab asal dimana suatu hadist berada beserta ulama yang meriwayatkannya. b. Takhrij dapat menambah pembedaharaan sanad hadist-hadist melalui kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadist, semakin banyak pula pembendaharaan sanad yang kita miliki. c. Takhrij memperjelas hukum hadist dengan banyak riwayatnya itu, terkadang kita dapatkan suatu hadist dha’if melalui satu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan kita akan dapati riwayat lain yang shahih. Hadist yang shahih itu akan mengangkat hokum hadist yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi. d. Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadist. Untuk mengetahui kejelasan hadist beserta sumber-sumbernya ada beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya. Metode-metode takhrij ini diupayakan oleh para ulama dengan maksud untuk mempermudah mencari hadist-hadist Rasul. Metode-metode takhrij hadist disimpulkan dalam lima macam metode: a. Takhrij hadist menurut lafal pertama hadist b. Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadist c. Takhrij menurut perawi terakhir d. Takhrij menurut tema hadist e. Takhrij menurut klasifikasi jenis hadist.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Metode Takhrij Hadits Pertama: Takhrij Melalui Kata-Kata Dalam Matan
Hadits   ( اَلَت خْرِيْجُ بِأَلْفَاظِ اْلحَدِيْثِ  ) Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik itu berupa isim (kata benda) atau fi’il (kata kerja), sedangkan huruf tidak digunakan dalam metode ini. Hadits-hadits yang dicantumkan hanyalah bagian hadits saja, adapun ulama-ulama yang meriwayatkannya dan nama-nama kitab induknya dicantumkan di bawah potongan hadits-haditsnya. Para penyusun kitab kitab-kitab takhrij menitikberatkan peletakan hadits-haditsnya menurut lafal-lafal yang asing, semakin asing (gharib) suatu kata maka pencarian akan semakin mudah. Diantara kitab yang terkenal dalam metode takhrij melalui kata-kata yang terdapat dalam matan hadits adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadits An-Nabawi karya A.J. Wensinck. [4]Metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya: a. Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits. b. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-haditsnya dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman. c. Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits. Kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam metode ini antara lain: a. Keharusan memiliki kemampuan bahasa Arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap katakata kuncinya kepada kata dasarnya. Seperti kata  ُمَتعَم ِدًاharuslah dicari melalui kata  َ دِمَ . ع b. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui nama sahabat yang menerima hadist dari Nabi SAW mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab yang menggunakan metode ini. c. Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain. Diantara kitab yang terkenal dalam metode takhrij melalui kata-kata yang terdapat dalam matan hadits adalah:
1) Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadits An-Nabawi (اَلُْمْعجَمُ الْمَُفهْرَسُ لِأَلَْفاِظ اْلحَدِيْ ِث الَن َبوِ ِي ), karya A.J. Wensinck.
 2) Fihris shahih Muslim (فهْرُس َصِحيِْح ُمسْلِ م ), karya Muhammad Fuad Abd al-Baqy.
3) Fihris Sunan Abi Daud ( فهْرُس ُسَنِن أَبِى دَاُود ), karya Ibnu Bayumi.  
2. Metode Kedua: Takhrij Melalui Perawi Hadits Pertama   Metode takhrij yang kedua ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadits-hadits oleh setiap perawi pertama (shahabat atau tabi’i). Sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadits yang akan kita takhrij melalui kitabkitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab takhrij metode ini, dan kemudian mencari hadits yang kita inginkan diantara haditshadits yang tertera di bawah nama perawi pertamanya itu. Bila kita telah menemukannya maka kita akan mengetahui pula ulama hadits yang meriwayatkannya. Diantara kitab yang terkenal menggunakan metode ini adalah Musnad Ahmad bin Hanbal karya Imam Ahmad bin Hanbal.[5] Takhrij dengan Musnad Imam Ahmad ini harus didahului dengan pengenalan kepada Shahabat yang meriwayatkan Hadits. Bila kita tidak tahu siapa shahabat yang meriwayatkan Hadits yang akan kita takhrij, tentunya kita tidak mungkin menggunakan metode ini. Bila kita telah mengetahui Shahabat yang meriwayatkan Hadits tersebut, maka kemudian kita mencari Hadits-Haditsnya pada Musnad ini. Akan sangat membantu sekali bila terlebih dahulu melihat daftar isinya. Bila kita telah sampai pada Hadits-Haditsnya maka langkah selanjutnya adalah menelusuri Hadits-Hadits untuk sampai pada hadits yang dimaksud. Diantara kelebihan metode ini adalah dapat memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkan ulama hadist yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya. Adapun diantara kekurangannya adalah: a. Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui lebih dahulu perawi pertama hadist yang kita maksud. b. Kesulitan mencari hadits karena penyusunan hadits-haditsnya didasarkan perawiperawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.
B. Pengenalan Kitab-Kitab Terkait Penggunaan
a. Kitab Al-Athraf
1) Pengertian Al-Athraf Al-Athraf adalah salah satu jenis kitab-kitab yang disusun sebagai kumpulan hadits-hadits Nabi. Yang dimaksud dengan jenis al-Athraf ini ialah kumpulan hadits-hadits dari beberapa kitab induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat. Penyusunnya hanyalah menyebutkan beberapa kata atau pengertian yang menurutnya dapat dipahami hadits yang dimaksud. Sedangkan sanad-sanadnya terkadang ada yang menuliskannya lengkap dan ada pula yang menuliskannya sebagian. Hal ini bermaksud agar dapat dijadikan studi komparatif sanad dan memperjelas selukbeluk sanadnya [6]2) Kegunaan Kitab-Kitab Athraf
a) Dapat menghimpun berbagai jalan hadits (sanad) dari kitab-kitab yang menjadi literaturnya hingga dapat diketahui hukum setiap hadits. Penentuan hukum suatu hadits biasanya bersifat nisbi, artinya hanya berdasarkan apa yang dikatakan oleh beberapa kitab-kitabnya.
 b) Hadits-hadits yang dihimpunnya dapat dijadikan bahan studi komparatif sanad antara yang satu dengan yang lainnya.
c) Sebagai tindak lanjut penyelamatan teks hadits, ini tentunya sebagai hasil menelaah kembali teks-teks haditsnya dalam kitab-kitab referennya melalui kitab-kitab al-athraf.
d) Pengenalan terhadap para Imam periwayat hadits dan tempat-tempat hadits dalam kitab-kitab mereka.
3) Kitab-Kitab Yang Berjenis Al-Athraf
a) Athraf ash-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam abu Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ubaid ad-Dimasyqi, wafat tahun 400 H.
b) Athraf ash-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam Khalaf bin Hamadun alWashithi, wafat tahun 401 H.
c) Athraf al-Kutub as-Sittah,  karangan Ibnu al-Qaisarani, wafat tahun 507 H. d) Al-Isyraf ‘Ala Ma’rifah al-Athraf, karangan Ibnu Asakir, wafat tahun 571 H. e) Tuhfah al-Asyraf Bi Ma’rifah al-Athraf, karangan al-Mizzi, wafat tahun 742 H.  
b. Kitab Musnad
1) Pengertian Al-Musnad Al-Musnad merupakan jenis lain dari kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan perawi teratas. Dan al-Musnad menentukan hadits-hadits setiap shahabat sendiri-sendiri.
2) Kekhususan Kitab-Kitab Musnad
a) Musnad tersusun menurut perawi teratas, baik shahabat atau tabi’in bila hadits tersebut mursal.
b) Shahabat-shahabat tersusun menurut aturan-aturan tersentu. Sebagian ulama ada yang mengaturnya berdasarkan urutan huruf-huruf Hijaiyyah, sebagian lain ada yang mengaturnya berdasarkan yang lebih dulu masuk Islam, dan lain-lain.
c) Hadits-hadits kitab-kitab Musnad kualitasnya tidak sama seluruhnya. Hadits-hadits shahih, hasan dan dha’if tidak dipisah tetapi dikumpulkan menjadi satu.
d) Kitab-kitab Musnad tidak memuat keseluruhan shahabat. Sebagian memuat shahabat dalam jumlah besar, sebagian lain memuat shahabatshahabat yang memiliki satu sifat kesamaan seperti musnad shahabat yang dijamin masuk surga dan musnad shahabat yang sedikit riwayatnya. Dan sebagian lain memuat satu shahabat seperti musnad Abu Bakar Shiddiq.[7]
 3) Karya-Karya Dalam Al-Musnad Kitab-kitab Musnad banyak sekali dan merupakan metode yang dipakai oleh para ulama pada permulaan tahun 200-an H dalam penulisan-penulisan hadits. Musnad yang terkenal adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Humaidi, Musnad Abi Daud ath-Thayalisi, Musnad al-Bukhari al-Kabir, dan lain-lain.
4) Kegunaan Musnad
a) Musnad adalah kumpulan hadits-hadits dalam jumlah banyak, mencakup berbagai riwayat dan meliputi jalan yang bermacam-macam.
b) Sarana untuk memudahkan menghafal hadits bagi yang berkeinginan.
c) Dapat menjadi jalan untuk sampai kepada hadits yang dituju. Takhrij melalui musnad dapat dilakukan dengan mudah, meskipun dibutuhkan kehati-hatian dan kesabaran dalam mencari hadits dari shahabat yang banyak riwayatnya.
3. Metode Ketiga: Takhrij Menurut Tema Hadits 
Takhrij dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema hadits, setelah kita menentukan hadits yang akan kita takhrij maka langkah selanjutnya ialah menyimpulkan tema hadits tersebut kemudian kita mencarinya melalui tema ini pada kitab-kitab metode ini. Kitab yang terkenal yang menggunakan metode ini adalah kitab Miftah Kunuz As-Sunnah karya DR. AJ. WENSINCK, seorang orientalis dan guru besar bahasa Arab di Universitas Leiden. Keistimewaan metode ketiga a. Metode tema hadist tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadist, seperti keabsahan lafal pertamanya, pengetahuan bahasa Arab dengan perubahan-perubahan katanya, dan pengenalan perawi teratas. Yang dituntut oleh metode keempat ini ialah pengetahuan akan kandungan hadist. b. Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadist pada diri peneliti. c. Metode ini memperkenalkan kepada peneliti maksud hadist yang dicarinya dan hadist-hadist yang senada dengannya, hal ini tentunya akan membantu mendalami permasalahan. [8]
Kekurangan metode ketiga a. Terkadang kandungan hadist sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya, sebagai akibatnya dia tidak mungkin memfungsikan metode ini. b. Terkadang pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan hadist pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti tersebut. Contohnya seperti hadist yang semula oleh peneliti disimpulkan sebagai hadist peperangan ternyata oleh penyusun diletakkan pada hadist tafsir. Karya-karya tulis pada metode ketiga a. Kitab –kitab takhrij hadits secara umum, seperti:
- Kanzul ‘Ummal Fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al ( َكنْزُ اْلعُم َاِل فىِ سَُننِ الْأَْقوَالِ َو ) الْأَْفَعالِ, karangan al-Muttaqi al-Hindi.
- Muntakhab Kanz al-‘Ummal  ( )ُمْنتَ َخبُ َكنْزِ اْلعَُم ال , juga karangan al-Muttaqi al-Hindi. b. Kitab-kitab takhrij hadits-hadits dari beberapa kitab tertentu, seperti:
- Miftah Kunuz as-Sunnah ( )  مِْفتَاُح ُكُنوْزِ ال ُسن َةِ , karangan Wensinck. - Al-Mughni ‘An Haml al-Asfar Fi al-Asfar Fi Takhrij Ma Fi al-Ihya Min
al-Akhbar   ( , اَلُْمْغنىِ عَْن حَْملِ الْأَسْفَارِ فىِ الْأَسْفَارِ فىِ َتخْرِْيجِ مَا فِى الْإِْحيَاءِ مَِن الَْأخَْبارِ ) karangan al-‘Iraqi. c. Kitab-kitab takhrij hadits dari kitab-kitab fiqih, seperti:
- Nashb ar-Rayah Fi Takhrij Ahadits al-Hidayah ( َنْصبُ الر َايَِة فىِ َتخِْريْجِ أََحاِدْيثِ )اْلهِدَايَِة , karangan al-Zaila’i.
- Ad-Dirayah Fi Takhrij Ahadits al-Hidayah  ( , اَلد ِرَايَةِ فىِ َتخْرِيْجِ َأحَاِدْيثِ اْلهِدَايَةِ ) karangan Ibnu Hajar.
- At-Talkhish al-Habir Fi Takhrij Ahadits ar-Rafi’i al-Kabir  ( اَلت َْلِخيْ ُص اْلحَِبيْرِ ) , فِى َتخْرِيِْج َأحَادِْي ِث الر َاِفعِى الَْكِبيِْر juga karangan Ibnu Hajar. d. Kitab-kitab takhrij hadits-hadits hukum, seperti:
- Muntaqa al-Akhbar Min Hadits Sayyid al-Akhbar ( ُمْنتَقَى الَْأْخبَارِ ِمنْ حَدِْي ِث ) َسي ِدِ الَْأْخبَارِ , karangan Ibnu Taimiyyah.
- Bulugh al-Maram Min Adillah al-Ahkam  ( )بُلُْوغُ الْمَرَاِم ِمنْ َأدِل َةِ الَْأحْكَامِ , karangan Ibnu Hajar.
- Taqrib al-Asanid Wa Tartib al-Masanid  ( , تَقْرِْيبُ اْلأَسَاِنيْدِ وَ تَرْتِْيبُ الَْمسَاِنيْدِ ) karangan al-‘Iraqi. 

e. Kitab-kitab takhrij hadits-hadits Targhib dan Tarhib, seperti:
- At-Targhib Wa at-Tarhib  ( )اَلت َرِْغيْ ُب وَ الت َْرهِْيبُ , karangan al-Hafidz alMundziri.
- Az-Zawajir ‘An Iqtiraf al-Kabair ( )  اَلَز وَاجِرُ َعنْ إِْقتِرَافِ الَْكَبائِرِ , karangan Ibnu Hajar al-Haitsami. f. Kitab-kitab takhrij hadits-hadits Tafsir, seperti: - Ad-Dur al-Mantsur Fi at-Tafsir Bi al-Ma’tsur  ( , اَلد ُر ُ الَْمْنُثوْرِ فىِ الت َْفِسيْرِ بِا الْمَأُْثوِْر karangan Imam Suyuthi.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhzim ( ) تَْفِسيُْر الْقُرْانِ اْلَعِظيِْم , karangan Ibnu Katsir.
- Al-Kaf as-Syaf Fi Takhrij Ahadits al-Kasyaf ( اَلْكَاُف الش َافُ فِى َتخْرِيِْج أَحاِدْيثِ  ) الَْكش َافِ, karangan Ibnu Hajar. g. Kitab-kitab takhrij hadits-hadits sejarah hidup dan sifat-sifat Nabi, seperti:
- Khashaish al-Kubra  ( ) َخصَاﺌُِص الْ ُكبْرَى , karangan Imam Suyuthi.
- Manahil ash-Shafa Fi Takhrij Ahadits asy-Syifa  ( َمنَاِهلُ الص َفَا فىِ َتخْرِيِْج  ) َأحَادِْي ِث الش ِفَا, karangan Imam Suyuthi.
- Sirah Rasulillah SAW  ( )ِسيْرَةُ رَُسْولِ اللهِ صل  الله عليه و سل م , karangan Ibnu Hajar.
Subul al-Huda Wa ar-Rasyad  ( )ُسبُلُ اْلهُدَى َو الر شَاِد , karangan Asy-Syami 4. Metode Keempat: Takhrij Melalui Lafal Pertama Matan Hadits
Penggunaan metode ini tergantung dari lafal pertama matan hadits. Metode ini juga mengkodifikasikan hadits-hadits yang lafal pertamanya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Suatu keharusan bagi yang akan menggunakan metode ini untuk mengetahui dengan pasti lafal-lafal pertama dari hadits-hadits yang akan dicarinya. Setelah itu ia melihat huruf pertamanya melalui kitab-kitab takhrij yang disusun dengan metode ini, demikian pula dengan huruf kedua dan seterusnya. Diantara kitab yang menggunakan metode ini adalah kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir Min Hadits Al-Basyir AnNadzir karya As-Suyuthi. Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadits-hadits yang dimaksud. Hanya saja bila terdapat kelainan lafal pertama akan berakibat sulit menemukan hadits. Sebagai contoh hadits yang berbunyi. Sebagai contoh hadits yang berbunyi: ِإذَا أَتَاكُْم مَْن تَرْ َضوْنَ دِْينَهُ َو َخلْقَهُ فََزِو ُجوُْه  Menurut bunyi hadits hadits di atas, lafal pertamanya adalah   مُ اكَتَ ا أ َذِ إ , namun bila lafal yang kita ingat adalah   مُ اكَتَ و  أ َ ل , tentunya akan sulit menemukan hadits tersebut karena adanya perbedaan lafal itu. Demikian pula bila lafal yang kita ketahui berbunyi   مُكَ اء َ ا ج َذِ إ , sekalipun semuanya satu pengertian. Kitab-kitab yang menggunakan metode keempat, yaitu:
a. Al-Jami’ ash-Shaghir Min Hadits al-Basyir an-Nadzir (اَْلَجامِعُ ال َص ِغيْرُ مِْن حَدِْيثِ الَْبِشيْرِ  الن َذيْرِ), karangan Imam Suyuthi.
b. Faidh al-Qadir Bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir ( , َفيْضُ الْقَدِيْرِ ِبشَْرحِ اْلجَامِعِ ال َص ِغيْرِ) karangan c. Al-Jami’ al-Azhar Min Hadits an-Nabi al-Anwar ( ), اَْلَجامِعُ الْأَزْهَرُ ِمنْ حَدِْي ِث ال َنبِي ِ الْأَْنوَِر karangan Al-Manawi. d. Hidayah al-Bari Ila Tartib Ahadits al-Bukhari ( ), هَِدايَةُ اْلبَارِى إَِلى تَرِْتْي ِب أََحاِدْيثِ الُْبخَارِى karangan Thahthawi. e. Kasyf al-Khafa Wa Muzil al-Ilbas ‘Amma isytahara Min al-Ahadits ‘Ala Alsinah
an-Nas ( ) َكْشفُ اْلخَفَا َومُزِيْلُ الْإِْلبَاسِ عَم َا اشَْتهَرَ ِمنَ الَْأحَاِدْيثِ عَلَى أَلِْسنَةِ الن َاسِ , karangan al‘Ajluni. [9]

5. Metode Kelima: Takhrij Berdasarkan Status Hadits
Metode ini sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadits berdasarkan statusnya, seperti hadits-hadits qudsi, hadits-hadits yang sudah masyhur, hadits-hadits mursal, dll. Kelebihan metode ini adalah dapat memudahkan proses takhrij, karena sebagian besar hadits-hadits yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit. Adapun kekurangan metode ini yaitu cakupannya sangat terbatas karena sedikitnya hadits-hadits yang dimuat tersebut. Karya-karya yang berkenaan dengan metode kelima
 a. Kitab sekitar hadits-hadits mutawatir, seperti: Al-Azhar al-Mutanatsirah Fi al-Akhbar al-Mutawatirah اَلْأَزْهَارُ الُْمَتنَاثِرَةُ ِفى الَْأْخبَارِالُْمَتوَاتِرَِة , karangan Imam Suyuthi.
b. Kitab sekitar hadits-hadits qudsi, seperti:
1) Al-Ittihafat as-Saniyyah Fi al-Ahadits al-Qudsiyyah  ( اَلْإِ ِتحَافَاتُ ال َسِني َةُ فىِ )الَْأحَادِْيثِ الْقُدِْسي َِة , karangan al-Madani.
2) Al-Ahadits al-Qudsiyyah  ( )الَْأحَادِْيثُ الْقُدِْسي َةُ , dari lembaga Al-Qur’an dan Hadits Dewan Tertinggi Agama Islam.
c. Kitab sekitar hadits-hadits terkenal, seperti:
1) Al-Maqashid al-Hasanah Fi Bayan Katsir Min Ahadits al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah   (   (اَلَْمقَاصِدُ الْحَسَنَةُ فىِ بَيَانِ كَثِيْر  مِنْ َأَحاِديْثِ الْمُشَْتهِرَةِ عَلىَ الْأَلْسِنَة , karangan asSakhawi. 
2) Kasyf al-Khafa Wa Muzil al-Ilbas ‘Amma isytahara Min al-Ahadits ‘Ala
Alsinah an-Nas   ( , َكشْ ُف اْلخَفَا َومُزِيُْل الْإِْلبَاسِ عَم َا اشَْتهَرَ ِمنَ الْأََحادِْي ِث عََلى أَلِْسنَةِ الن َا ِس ) karangan al-‘Ajluni.
 d. Kitab sekitar hadits-hadits mursal, seperti: Al-Marasil ( اَلْمَرَاِسيْلُ), karangan Abu Daud.
e. Kitab sekitar hadits-hadits maudhu’ (palsu), seperti:
1) Tanzih asy-Syari’ah al-Marfu’ah ‘An al-Akhbar asy-Syani’ah al-Maudhu’ah َتنْزِيُْه الش َِرْيعَةِ الْمَرُْفْوعَِة َعنِ الْأَْخَباِر ال َش ِنْيعَِة الَْموْ ُضْوعَةِ , karangan Ibnu ‘Iraq.
2) Al-La’ali al-Mashnu’ah Fi al-Ahadits al-Maudhu’ah  ( اَل َآلى الْمَْصُنْوعَةُ فِي الَْأحَادِْيثِ )الَْموْ ُضْوعَِة , karangan Suyuthi.
3) Al-Mashnu’ Fi Ma’rifah al-Hadits al-Maudhu’  ( اَلْمَْصُنْوعُ فِي َمعْرِفَةِ اْلحَِديْ ِث الْمَْو ُضْوعِ ), karangan al-Qari.
Setelah itu, datanglah masa dimana seorang penuntut ilmu menjumpai sebuah hadis di dalam kitab yang hanya menyebutkan petunjuk singkat terhadap sumber aslinya. Orang itu tidak mengetahui cara memperoleh teks hadis dari sumber aslinya. Ini terjadi karena keterbatasan ilmu mereka tentang cara penyusunan kitab yang menjadi sumber hadis itu. Pun, ketika ia hendak menguatkan pembahasannya dengan sebuah hadis, sedangkan ia tahu bahwa hadis itu terdapat di dalam Shahih-Bukhari, Musnad Ahmad, atau Mustadrak al-Hakim, karena tidak mengetahui sistematika penyusunannya. Hingga kini, sudah banyak ulama ahli hadis yang telah menulis kitab tentang takhrij hadis. Jumlahnya puluhan, bahkan mungkin ratusan judul. Beberapa nama kitab takhrij hadis yang populer sebagai berikut: a. Kitab Takhriju Ahadisli Muhazzab, karya Abu Ishaq As-Syirazi, tulisan Muhammad bin Musa al-Hazimi (-584 H). b. Kitab Takhriju Ahadits Mukhtasaril Kabir, karya Ibn al-Hajib tulisan Ahmad bin Abdul Hadi al-Maqdisi (-774 H). c. Kitab Nasbur-Rayah Li Ahaditsil Hidayah, karya al-Margigani, tulisan Abdullah bin Yusuf Az-Zaila`I (-762 H). d. Kitab Takhrij Ahadisi Kassyaf, karya al-jahiz, tulisan az-Zaila`I juga. e. Kitab Al-Badrul Munir Fi Takhrijil Ahadisi Wal-Asari Waqi`Ati FisSyarhil Kabiri, karya Al-Rafa`I, tulisan Umar bin Ali bin al-Mulqin (-804 H). f. Kitab Al-Mugni `An Hamlil Asfar Fil Asfar Fi Takhriji Ma Fil Ihya` Minal Akhbar, tulisan Abdurrahman bin al-Husain al-iraqi (-806 H). g. Kitab-kitab Takhrij Al-Turmudzi yang ditandainya dalam setiap tulisan al-Hafidz al-iraqi juga. h. Kitab At-Talkhisul Khabir Fi Takhriji Ahadis Syarhil Wajizil Kabir, kitab al-rifa`i, tulisan Ahmad bin Ali bin Hajar al-Aqalani (852 H). [10]i. Kitab Ad-Dirayah Fi-Takhriji Ahadisil Hidayah, tulisan al-Hafidz ibn Hajar juga. j. Kitab Tuhfatu-Rawi Fi-Takhriji Ahadisil Baidhawi, tulisan Abdur-Rauf al-Munawi.

Kesimpulan
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa studi penelitian hadis merupakan suatu pekerjaan intelektual yang menuntut pengetahuan yang luas, dan harus didukung oleh referensi yang memadai. Hal ini karena penelitian hadis, seperti studi takhrij al-hadis dan kritik sanad sangat terkait dengan disiplin studi-studi lain dan memerlukan tingkat kesungguhan dan kecermatan yang tinggi. Selain itu, harus ditopang oleh aspek kritisisme yang kuat dan cermat, baik dalam lingkup studi historis maupun ideologis. Karena identik dengan ilmu kritik, antikemapanan dan anti statisme, ilmu hadis akan senantiasa mengalami struktur ilmu yang bersifat anomali dan akan terjadi suatu masa revolusi pemikiran seiring perubahan waktu dan validitas metodologis. Dalam konteks ini, ilmu hadis diharapkan dapat menjadi suatu paradigma bagi pengembangan dan sumber legitimasi bagi ilmuilmu lain.












Daftar Pustaka
Izzan, Ahmad. Studi Takhrij Hadis: Kajian Tentang Metodologi Takhrij Dan Kegiatan Penelitian Hadis. Tafakkur, 2012.
Kasumawati, Devi. “TEORI COMMON LINK GHA JUYNBOLL: Melacak Otoritas Sejarah Hadits Nabi.” AL-RISALAH 13, no. 2 (2017): 143–172.
Khamdana, Zuhroini. “NILAI HADITS TENTANG LARANGAN BERBURUK SANGKA DALAM SUNAN Al-TURMUDZI No. INDEKS 1995.” PhD Thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010.
Labala, A. L. “Menggantikan Puasa Orang Yang Meninggal Dalam Perspektif Hadits.” PhD Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2011.
Nasrullah, Nasrullah. “Metodologi Kritik Hadis:(Studi Takhrij Al-Hadis Dan Kritik Sanad).” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 4, no. 4 (2007): 403–416.
Nur, Tajudin, and Debibik Nabilatul Fauziah. “Pengenalan Metode Takhrij Hadits Dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).” Jurnal Pendidikan Islam Rabbani 1, no. 1 (2017).
Prasefya, Eka. “TAKHRIJ HADITS METODE PEMBELAJARAN RASULULLAH SAW DALAM KITAB AR–RASUL AL–MU’ALLIM WA ASAALIBUHU FI AT–TA’LIIM KARYA ABDUL FATTAH ABU GHUDDAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN,” 2017.
Rayana, Jagat. “Syarah Dan Kritik Dengan Metode Takhrij Hadits Tentang Meminta-Minta Dan Implikasinya Terhadap Penanggulangan Mental Mengemis.” PhD Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2013.
Sopyan, Ichsan. “Takhrîj Hadis Dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim Karya Az-Zarnuji: Telaah Atas Pasal Pertama Sampai Kelima.” PhD Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2016.
Supriyono, Heru, Ardhiyatama Nur Saputra, Endah Sudarmilah, and Ruswa Darsono. “Rancang Bangun Aplikasi Pembelajaran Hadis Untuk Perangkat Mobile Berbasis Android.” Jurnal Informatika (JIFO) 8, no. 2 (2014): 907–920.



[1] Eka Prasefya, “TAKHRIJ HADITS METODE PEMBELAJARAN RASULULLAH SAW DALAM KITAB AR–RASUL AL–MU’ALLIM WA ASAALIBUHU FI AT–TA’LIIM KARYA ABDUL FATTAH ABU GHUDDAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN,” 2017 hlm : 8-55.
[2] Ichsan Sopyan, “Takhrîj Hadis Dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim Karya Az-Zarnuji: Telaah Atas Pasal Pertama Sampai Kelima” (PhD Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2016) hlm : 6-16.
[3] Nasrullah Nasrullah, “Metodologi Kritik Hadis:(Studi Takhrij Al-Hadis Dan Kritik Sanad),” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 4, no. 4 (2007)hlm : 403–416.
[4] Tajudin Nur and Debibik Nabilatul Fauziah, “Pengenalan Metode Takhrij Hadits Dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA),” Jurnal Pendidikan Islam Rabbani 1, no. 1 (2017) hlm : 4-15.
[5] Zuhroini Khamdana, “NILAI HADITS TENTANG LARANGAN BERBURUK SANGKA DALAM SUNAN Al-TURMUDZI No. INDEKS 1995” (PhD Thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010) hlm : 15-43.
[6] A. L. Labala, “Menggantikan Puasa Orang Yang Meninggal Dalam Perspektif Hadits” (PhD Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2011) hlm : 5-40.
[7] Jagat Rayana, “Syarah Dan Kritik Dengan Metode Takhrij Hadits Tentang Meminta-Minta Dan Implikasinya Terhadap Penanggulangan Mental Mengemis” (PhD Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2013) hlm : 4-65.
[8] Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis: Kajian Tentang Metodologi Takhrij Dan Kegiatan Penelitian Hadis (Tafakkur, 2012) hlm : 17-338.
[9] Devi Kasumawati, “TEORI COMMON LINK GHA JUYNBOLL: Melacak Otoritas Sejarah Hadits Nabi,” AL-RISALAH 13, no. 2 (2017) hlm: 143–172.
[10] Heru Supriyono et al., “Rancang Bangun Aplikasi Pembelajaran Hadis Untuk Perangkat Mobile Berbasis Android,” Jurnal Informatika (JIFO) 8, no. 2 (2014) hlm : 907–920.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar